Era globalisasi merupakan sebuah era dimana masyarakat memandang dunia ini demikian sempit dan dapat memperbandingkan sendi-sendi kehidupan dengan dunia luar. Aspek globalisasi meliputi; globalisasi ekonomi, teknologi, kebudayaan, informasi, dan sebagainya. Disisi lain ada ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Dengan semakin gencarnya globalisasi menuntut setiap negara untuk bersaing menjadi yang terbaik, dimana negara yang kuat akan menguasai negara yang lemah. Paradigma tersebut terpapar jelas dimana suatu negara yang tidak memiliki kualifikasi maupun kesiapan dengan baik seluruh asetnya akan digerus dan di atur oleh bangsa lain.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang bermartabat dengan memiliki sumber daya yang mampu diandalkan. Bangsa Indonesia memiliki laut yang luas dengan sumber daya perikanan yang melimpah, sumber daya tambang yang cukup banyak, pesona negeri yang indah, serta sumber daya pertanian dan perkebunan yang melimpah ruah ibarat menanam biji diatas batu semuanya akan tumbuh subur tanpa perlu merawatnya.
Negeri ini memiliki sumber daya modal dan sumber daya tenaga kerja yang banyak dan melimpah ruah sehingga di dalam memproduksi sesuatu tanpa perlu membutuhkan tenaga-tenaga kerja asing apabila sumber daya tersebut mampu dioptimalkan dengan baik. Nampaknya negeri Indonesia bagaikan sebuah negeri yang dinaungi sebuah rahmat yang besar dari Sang Pencipta.
Akan tetapi segala kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia tidaklah berarti dan mampu bertahan selamanya. Semua itu pasti akan habis ditelan oleh waktu. Minyak bumi akan semakin sedikit ketersediaannya, pesona Indonesia telah banyak tercemar oleh polutan-polutan, serta menipisnya moral serta keahlian yang dimiliki oleh tenaga-tenaga kerja Indonesia. Hal tersebut menyebabkan kekhawatiran tersendiri bagi penulis terhadap kemajuan bangsa pada generasi mendatang. Generasi yang akan datang hanya bisa mendengar cerita mengenai Indonesia. Mereka hanya bisa merintih perih melihat suatu negeri yang dulunya kaya raya menjadi negeri yang dinaungi oleh kemiskinan dan kesengsaraan.
Sebenarnya ada sebuah solusi dalam masalah yang telah disebutkan diatas. Dengan memliki seorang pemimpin yang baik, visioner, serta memiliki kemampuan untuk berfikir secara global bangsa ini dapat bangkit dari keterpurukan. Pemimpin yang baik memiliki karakter yang baik, dan karakter yang baik mengendalikan seluruh perilaku dan kinerja kepemimpinannya. Karakter yang baik akan menopang untuk mewujudkan kinerja kerja yang baik, yang ditandai oleh proses, mutu, dan jumlah produksi yang baik. Pemimpin harus memiliki visi dan misi yang jelas. Visi adalah kemampuan untuk melihat keinginan suci yang ditulis oleh Sang Pencipta di dalam batin (guna menjawab kebutuhan) yang berkaitan erat dengan pemenuhan hidup seseorang atau setiap individu bagi diri maupun organisasi yang dipimpinnya. Defenisi visi yang diungkapkan di atas ini menunjuk kepada Sang Pencipta sebagai sumber dan pemberi visi yang dilakukan-Nya dengan menuliskannya di dalam batin setiap orang. Memiliki Visi bagi seseorang juga menjelaskan tentang kemampuan untuk melihat apa yang telah ditulis oleh Sang Pencipta di dalam batin setiap orang tersebut.
Sedangkan misi adalah pengembangan serta peneguhan visi (keinginan suci) yang dinyatakan dalam suatu rumusan yang merangkum, tersistem, memikat, mendorong dan menggerakkan secara terfokus kesuatu tujuan, yang melibatkan pengerjaan seperangkat tugas memasuki suatu masa depan yang pasti.
Unsur lain yang berjalan bersama dengan Visi adalah Fokus. Fokus adalah sasaran terpusat yang berbentuk inti dari suatu keinginan suci (visi) yang telah mengkristal menjadi kehendak terbesar satu-satunya (sebagai target terpadu kepemimpinan dari suatu organisasi) yang dibangun di atas visi dan misi
Seorang pemimpin visioner juga harus memiliki inti bisnis atau core business yang merupakan padatan atau pusatan lingkup serta matra yang utuh dari suatu bidang usaha (bidang pelayanan) berbentuk tugas tipikal utama yang diungkapkan secara padat dalam suatu anak kalimat berbobot, mengikat semua aspek tugas pada suatu pusat, yang berperan sebagai landasan untuk membangun mekanisme hubungan-hubungan kerja terpadu. Visi akan memberikan kehidupan pertama-tama kepada pemimpin. Hingga ia dapat mengungkapkan rahasia Tuhan akan masa depan dirinya dan lalu menghidupkan organisaasinya atau orang-orang yang mengikuti dia. Pengungkapan masa depan itu akan memberikan gairah kepadanya untuk berpikir, merenungkan, bicara dan bertindak bagi kesejahteraan diri dan orang lain.
Telah terbukti pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan visioner mampu membawa perubahan yang signifikan, salah satunya adalah
Fidel Alejandro Castro Ruz atau lebih dikenal dengan Fidel Castro bisa menjadi sebuah referensi bagi calon pemimpin di Indonesia. Terlepas dari ideologinya, termasuk kebijakannya menyingkirkan lawan-lawan politiknya, banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran dari El Comandante-julukan Castro. Ketika banyak pemimpin negara di berbagai belahan bumi tunduk dan takluk kepada Amerika Serikat, Castro tegas melawannya. Begitu juga ketika banyak negara bergantung nasibnya, baik secara ekonomi, politik, maupun militer kepada AS, Kuba pimpinan Castro yang diembargo selama lebih dari tiga dasawarsa tetap bertahan dan terus berkembang. Setidaknya, Castro telah menjadi bagian sejarah dengan caranya sendiri yang unik, tegas, dan berani. Sikap itulah yang membuatnya mampu bertahan hampir separuh abad dari segala benturan politik yang dilancarkan AS.
Wajar jika ditanya soal kebijakannya terhadap Kuba, Presiden George W Bush hanya bisa menjawab bahwa dirinya adalah seorang presiden garis keras yang hanya menunggu kematian Castro. Sikap dan kebijakan Castro juga telah menginspirasi sejumlah pemimpin negara, terutama negara-negara Amerika Latin, seperti Hugo Chaves (Venezuela) dan Evo Morales (Bolivia), untuk tidak tunduk begitu saja terhadap imperialisme modern yang bernama kapitalisme. Castro juga mengukirkan sepak terjangnya selama memimpin Kuba dalam buku yang ditulisnya, Reflections by the Commander in Chief: The Killing Machine (2007). Bentuk perlawanan Castro ditunjukkan dengan asumsi yang menyebutkan bahwa kemakmuran tidak selalu berbanding lurus dengan kapitalisme dan pasar bebas. Justru sebuah ideologi usang mampu menyejahterakan sebuah bangsa. Kuba memang bukan negeri kaya. Hampir semua usaha yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Meski begitu, angka penganggurannya hanya 1,9 persen, dengan tingkat kematian yang sangat rendah. Apa yang ditulis Castro bisa menjadi sebuah referensi bagi dunia lain yang berbeda dengan dunia keseharian kita.
Selama ini pandangan terhadap ideologi kiri seperti yang ditunjukkan sejumlah pemimpin negara Amerika Latin selalu diidentikkan dengan stigma antidemokrasi. Marta Harnecker, seorang ideolog dan pemikir kiri Amerika Latin, pernah mengatakan bahwa untuk menghadapi tantangan-tantangan yang dihadirkan dunia dan dalam upaya mendorong perjuangan untuk transformasi sosial yang substansial, perlu menghindari nostalgia. Karena itu, harus berbasiskan pada kenyataan baru yang kita temui sehari-hari, kemudian secara kreatif membangun masa depan. Pada titik ini, ide-ide dan program "kiri", meski tetap dalam isi perjuangannya melawan sistem kapitalisme dengan segala proses eksploitasinya, mengalami perubahan dalam strategi perjuangan mereka berdasarkan konteks kekinian. Secara gampangnya, "kiri" Amerika Latin bisa diterjemahkan sebagai pemikiran, politik, dan kebijakan yang hirau pada pembangunan sosial, distribusi kekayaan secara egaliter, kemandirian, dan demokrasi.
-bayu nor jatmiko
0 komentar:
Posting Komentar